Melepas Hijab

Melepas Hijab

September 09, 2017 Add Comment
Saya pernah menulis Status di Fesbuk yang nadanya kurang lebih seperti ini”

“KENAPA KAMU (WANITA) "MUNAFIK" & "BODOH ??”





  1. kamu memasang Photo di FB berjilbab tapi pada kehidupan nyata kamu tidak berjilbab;
  2. kamu sebenarnya berjilbab, tapi di dunia maya kamu aploadphoto tidak berjilbab;
  3. kamu sebenarnya tahu kalau jilbab simbol dari keimanan, akan tapi kamu tidak berusaha mengimplementasikan sikap dari simbol Jilbab kamu itu;
  4. kamu sebenarnya tahu kalau Jilbab itu wajib, tapi kamu tidak memakainya, mau dibilang berjilbab tapi nyatanya kamu cuma pakai kerudung.

NB:

- ANDA MARAH SAYA BILANG BEGITU?? = ANDA MUNAFIK & BODOH.

- ANDA TIDAK MARAH SAYA BILANG BEGITU = SANGAT JELAS KALAU KAMU MEMANG MUNAFIK & BODOH ... Selamat Berfikir !!!

_____________________________

Status ini sebenarnya kesimpulan dari pengamatan saya selama ini. Pengamatan yang secara tidak langsung mengantarkan saya pada kesimpulan di atas. Jujur, penulis benar-benar menganggap ini sebagai fenomena dikalangan wanita remaja yang makin memprihatinkan. Jilbab yang sejatinya sebagai simbol keyakinan  kelihatannya makin hari makin "dipermainkan”.

Bagi pembaca wanita, kamu punya akun Fesbuk?. Pernah nggak meng-Up load photo di FB. Photo kamu yang tidak pakai jilbab?. Padahal kenyataannya sehari-hari kamu pakai jilbab?. Atau photo yang kamu up-load, kamu lagi pakai jilbab namun kenyataannya sehari-hari kamu tidak memakai jilbab?. Maaf, dengan lantang saya mengatakan “Kamu munafik dan bodoh”.  Dimana letak munafiknya?, jawabannya lurus saja kali ya, kamu tidak bisa menunjukkan jati diri kamu sesungguhnya. Sosok dalam photo kamu tidak sama dengan realitas kehidupan kamu sesungguhnya (ingat : Jilbab = Simbol).

Nah sekarang kok di bilang bodoh?. Wah, ini sebenarnya yang paling penting. Bodohnya adalah bahwa wanita muslimah, dalam kasus seperti ini tidak mengetahui esensi dan pijakan dasar kenapa mesti ber-Jilbab. Melepas jilbab berarti “menyesatkan” diri sendiri. Saat hijab/ jilbab di lepas, berarti kamu (wanita Muslim) terhempas dan kehilangan esensi dari hijab itu. Wanita muslim lepas dari konsekuensi integritas dalam dirinya. Jilbab sebagai fashion theologisadalah media komunikasi publik hasil metafora dari sistem nilai yang ada. Menurut Thomas Carlyle, pakaian adalah perlambang jiwa. Fashion dimetaforakan sebagai kulit sosial yang membawa pesan dan gaya hidup komunitas tertentu yang merupakan bagian dari kehidupan sosial. Melepas Jilbab, berarti kamu (wanita muslim) telah menunjukkan pelepasan diri dari realitas sistem nilai sosial.Bukankah ini sikap yang bodoh? (ingat : Jilbab = Simbol yang terdiri dari sistem nilai, bukan sekedar simbol).

Bukankah kata "hijab" berasal dari kata "hajaba" yang berarti menyembunyikan dari pandangan atau juga dinding pemisah. Dalam konteks yang lebih luas hijab sering dikaitkan dengan penutupan aurat secara bersahaja oleh perempuan Muslim yaitu berupa jilbab. Secara harfiah, jilbab berarti pakaian yang luas atau lapang dan dapat menutup aurat perempuan, kecuali muka dan kedua telapak tangan hingga pergelangan saja yang ditampakkan.

Al Quran pun telah mengukir dengan indah tentang kewajiban menutup aurat bagi perempuan. Di dalam surat an-Nuur, surat yang diwajibkan untuk dijalankan kandungan isinya sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat pertamanya (padahal Al Quran sendiri telah wajib untuk diterapkan), Allah berfirman:

“Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya,….”(QS an-Nuur : 31)

Atau …

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena mereka tidak diganggu, Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Ahzab : 59)

Seruan ayat ini bukan tanpa alasan. Tuhan hendak melindungi kaum hawa dari segala perbuatan nista yang kerap dialami, entah dari dirinya sendiri atau dari kaum adam. Dalam teologi Kristen dan Katolik, jilbab dijelaskan dalam relasi sakral manusia dan Tuhan. Para suster gereja kerap mengenakan jilbab sebagai pelindung tubuh dan bermakna sakral. Al Kitab (11:13) menyebut: Pertimbangkanlah sendiri: patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala tidak bertudung?. Sebagai bukti, Bunda Theresa (Agnes Gonxha), salah satu tokoh umat Kristen selalu mengenakan jilbab.

Agama lain, seperti Buddha dan Hindu juga tak luput dari tradisi berjilbab. Dewi Kwan Im (Avalokitesvara Bodhisattva) digambarkan memakai pakaian suci yang panjang menutup seluruh tubuh dengan kerudung berwarna putih menutup kepala. Atau di India, orang Hindu banyak mengenakan jilbab sebagai pakaian keseharian. Bisalah ditarik kesimpulan ringan bahwa jilbab merupakan identitas lintas budaya. Lalu kamu (wanita muslim) yang melepasnya?. Lagi-lagi kamu menghilangkan identitas budaya. Dan bisa jadi kamu juga akan kehilangan identitas agama. Jadi “kamu (wanita muslimah) = "BODOH”, kamu tidak mengakui identitas budaya dan agama sendiri. Dan itu juga yang membuat kamu kian menjadi "munafik".